Visa Notice Grant from Australian Embassy banyak lipetannya,soalnya disimpen di travel purse bareng passport dan kartu-kartu penting lainnya |
You can check your visa status too at VEVO |
I just bring this |
Lega dengan jawaban pihak imigrasi Australia, akhirnya kita bisa beli tiket Indonesia - Australia & Australia - Indonesia. Tinggal di Indonesianya juga nggak 24 jam kok. gw menghabiskan 2 malam di Bali. Yes, gw pergi ke Bali, tapi balik ke Aussie nya gw lewat Jakarta. Pake penerbangan yang biasa gw pake buat ke Melbourne, Garuda Indonesia. Jadi dua malam gara-gara Mas Bojo sama gw sedikit semberono. Bulan Maret yang lalu waktu gw beli tiket ke Melbourne, gw kan juga harus beli tiket buat kembali ke Indonesia. Nah, tiket kembali ke Indonesianya itu kita beli untuk penerbangan tanggal 25. Tapi, waktu pesen tiket untuk balik ke Melbourne lagi tanggal 27, karena kita pikir kembali ke Indonesia tanggal 26. Yah, jadi terpaksa gw harus menghabiskan 2 malam di Indonesia, sendiri.
Ke Bali pake Garuda Indonesia juga? Enggak. Hehehe... Ini pertama kalinya gw menggunakan maskapai lain selain Garuda Indonesia. Selama perjalanan gw pulang pergi Melbourne - Indonesia, gw selalu pakai Garuda Indonesia. Kenapa? Pesawat yang direct ke Melbourne dari Indonesia dan menyediakan pelayanan lengkap itu cuma Garuda Indonesia. Memang sih, semua penerbangan Garuda Indonesia dari Indonesia, baik dari Jakarta ataupun dari Bali, semuanya penerbangan tengah malam. Tapi, dengan pelayanan lengkap, gw sih oke-oke aja.
Apa nggak ada maskapai dengan pelayanan lengkap yang terbang ke Melbourne selain Garuda Indonesia? Banyak kok. Sebut aja Qantas, Malaysia Airline, Thai Airline, dsb dsb. Tapi, maskapai-maskapai ini nggak terbang langsung ke Melbourne, kebanyakan dari mereka transit dulu ke Sidney. Karena transit ke Sidney ini gw jadi agak males sih. Hitung aja Indonesia ke Sidney 6 jam, sama aja kalau mau ke Melbourne, belum lagi penerbangan dari Sidney ke Melbourne yang memakan waktu 2 jam. Jalan darat? 8 jam perjalanan. Tepar di jalan adanya.
Maskapai apa yang akhirnya dipakai? Gw pakai maskapai JetStar. JetStar ini tergolong maskapai budget loh. Perjalanan gw dari Melbourne ke Bali "cuma" menghabiskan AUD300 (IDR3.000.000)an. Ya, karena maskapai ini maskapai budget, jadi sama aja seperti hotel-hotel budget yang kita tau. Rinciannya begini. Beli tiket AUD300, itu belum bagasi, makanan, dan hiburan. Kalau mau nambah bagasi, kita harus bayar AUD15 (IDR150.000), untuk hiburan, kalau kita pesennya lebih dulu via online kita bayar AUD9 (IDR90.000), kalau pesennya di pesawat bayarnya AUD10 (IDR100.000), belum lagi makanannya, perlengkapan "anti kedinginan"nya yang terdiri dari selimut, bantal, dan penutup mata. Semuanya berbayar. Kalau pakai Garuda Indonesia kan sudah all-in-one gitu. Selain itu, karena pilot & pramugarinya pake bilingual Indonesia & Inggris, hehehe.
*) 1 Australian Dollar (AUD) itu kurang lebih IDR10.000
Gw nggak sempet pesen makanan, karena ternyata, pesen makanan duluan itu harus maksimal dua hari sebelum keberangkatan. Tapi gw sempet pesen hiburan, kata Mas Bojo, karena gwnya nggak mau rempong bawa tablet kemana-mana, jadi dipesenin hiburan sama dia. Karena terlambat, kata Mas Bojo, ntar beli makanannya pas di pesawat aja, walaupun dia yakin banget makanan paling berat yang ada cuma sandwich.
the food that they offer you |
Japanese menu that only available at Japan flight :( |
Karena gw sudah pesen hiburan sebelumnya, (yang kata Mas Bojo, daripada kamu bosen nggak ngapa-ngapain terbang 6 jam), di kursi gw sudah ada sepasang earphone. Pas gw liat, layarnya juga bisa dipilih pilih. Kalau nggak salah sebelah gw nggak pesen hiburan, jadi walaupun layarnya nyala, dia nggak bisa masuk ke menu. Sayangnya, nggak ada remotenya, jadi kalau mau mainan game, harus "nowel" layarnya. Untungnya layar di pesawat ini sangat amat responsif. Jadi nggak perlu nowel dengan keras biar direspon. Harus gw akui, untuk masalah responsif ini JetStar lebih unggul dari Garuda Indonesia.
Bukan mengeneralisir, tapi waktu gw naik maskapai ini, penumpangnya responsif abis, atau bisa gw bilang, aktif abis. Sesaat sebelum mendarat, biasanya pilot kasih pengumuman kalau sebentar lagi mendarat, cuaca di tempat tujuan seperti apa, beda waktu bagaimana. Nah, pas pilot bilang, cuaca di Bali sangat cerah, nggak berawan, banyak penumpang yang teriak kegirangan. Iya, bener, ho'oh, seriusan gw. Bisa jadi pas di flight gw aja yang begini penumpangnya, hehehe... Terus terang gw bengong ngeliatnya. Karena kalau gw pakai Garuda Indonesia, penumpangnya malah cool aja. Paling enggak senyum gitu. Ya nggak apa-apa sih, cuma buat gw ini pengalaman lucu aja.
Hallo Indonesia,Hallo Bali
Di Bali gw nginep di Grand Mas Plus Hotel, di Legian. Alasannya? Pertama, gw pengen cari tempat yang beda. Sebelumnya gw dua kali nginap di daerah Seminyak, tepatnya di sekitaran sunset road. Kedua, gw milih Legian karena tempatnya deket sama apa-apa. Mini market banyak, restaurant ada, toko souvenir tumpah ruah, mau ke pantai juga deket. Ketiga, karena gw nginep dua malam di sini, jadi nggak mau menghabiskan waktu cuma di dalam kamar hotel aja.
My Room, they call it "legian room" that big ants kissing ornament is cute |
Habis taruh semua barang di kamar, gw nyari restoran yang khusus menjual masakan khas Indonesia. Memangnya di Melbourne nggak ada? Ada sih, tapi berasa beda aja deh di lidah. Mungkin nggak campur sama keringat orang Indonesia kali ya waktu buatnya, jadi rasanya kurang nendang. Akhirnya ketemulah gw sama restaurant yang jualan makanan khas Indonesia, nggak jauh juga dari hotel gw, cukup jalan kaki. Nama restaurantnya "Warung Etnik". Ternyata nggak cuma jualan masakan Indonesia, mereka juga jualan masakan khas Italia, semacam pasta dan kawan-kawannya itu.
One of the corner of warung etnik |
Spot that beautiful crafted door |
ayam goreng with sambal uleg and sambal matah |
this drink amazingly really fresh and far from too sweet. Perfect for sumer |
This is the corner where my bed face. Right in front of it is sliding door to bathroom |
Kembali ke kamar hotel setelah kenyang berat. Tahu sendiri kan, porsi nasi padang seberapa? En gw abis doooong. Hahaha... Karena kangen rasa masakan padang jadi gini deh. Sampai ke kamar, ngobrol santai sama Mas Bojo (via skype, kembali ke jaman LDR dulu), dan akhirnya memutuskan untuk tidur.
Bali, Hari Kedua
Besoknya, gw nyewa motor buat bisa keliling-keliling seharian. Biaya sewa motor matic melalui hotel cuma Rp70.000. Karena temen gw ada titip buat beliin lipbase di Aussie, jadi gw harus cari ekspedisi untuk dikirim ke rumahnya di Kalimantan. Untung kan gw sewa motor. Jadi nggak susah kalau mau cari ekspedisi. Dengan bekal HP, GPS, dan powerbank, jadilah hari kedua gw di Bali gw nikmati sambil jalan-jalan. Nyasar? Iya, Ketipu alamat di google map? iya, kepikiran ngelawan arah? iya juga. Kok bisa?
Jadi, setelah gw paketin titipan temen gw, gw berencana wisata kuliner. Di benak gw itu penuh dengan makanan seperti bakso, siomay, penyetan... Indonesia banget lah pokoknya. Tapi bingung mau cari dimana. Untuk warung-warung kecil gitu kan nggak muncul di google map. Akhirnya gw memutuskan untuk menelusuri kawasan sunset road. Karena familiar aja sih alasannya. Bingung, akhirnya melipir ke Krisna. Padahal nggak niat mau beli apa-apa,secara gw juga nggak bawa bagasi, tapi yasudahlah (alesan).
Eeehh... di Krisna, waktu muter-muter gatau mau ngapain ditawarin voucher photo pakai baju adat bali GRATIS. Kapan lagi kan ya di poto gratis, cap cus cyyyn... Iya,gw punya jiwa narsis kok. Potonya sih langsung jadi, tapi ya gada edit-editan. Apa adanya, untung jadinya juga nggak apa adanya. Jadi gratis kalau ambil satu. Kalau mau nambah 3 poto yang lainnya, bayar lagi IDR50.000, kalau mau ambil semuanya, dikasih CD sama mereka, tapi bayarnya IDR150.000...Ogah ah, gw sendiri ini, cukup puas dengan satu aja.(dan akhirnya potonya masih ngendon di travel bag gw, belum dikeluar-keluarin).
Habis puas keliling Krisna, gw mlipir ke pujasera-nya Krisna. PUJI TUHAN! Mereka jual siomay sama mie ayam. Oke Mbak, masing-masing satu porsi yak. Walaupun gw juga tertarik sama Gado-Gadonya. Entah karena sudah lama banget nggak ngerasain makanan ini, tapi menurut gw, ini ni enak banget. Rasa makanan yang sudah lama gw kangen-in. Itulah kenapa gw nggak mau makan di restoran, kurang nampol rasanya.
Mie Ayam (chicken noodle). Even the taste is actually not freaking delicious, but this is enough to cure my hunger of Indonesian food taste |
Siomay... the taste just like what i imagine |
Starbucks menu that I always choose. Cappucino plain (sometimes hot sometimes cold with no whipping cream) and red velvet cake |
Setelah agak redaan serangan paniknya, gw tanya deh ke staff nya kalau sebenernya jalur yang gw lewati tadi itu satu apa dua arah sih. Eh nggak taunya dua arah, cuma karena gw beloknya pas mereka berhenti karena lampu merah, jadinya mereka numpuk sampai penuh. Ambooooiii... sempet panik padahal. Yasudahlah, lanjut kita cari Etude House.
Sempet nanya sih tadi, kalau mau ke pantai kuta gimana. dengan berbekal petunjuk dari staff tadi, gw coba mengingat harus lewat mana. Ya nggak bisa juga buka HP pas lagi nyetir, bahaya. Dan,yak, gw pun tersesat. Maunya ke pantai kuta malah nyasar ke pantai seminyak. Jadi dengan ke sotoy-an gw yang yakin kalau terus aja tembusnya pasti Kuta, dan ternyata benarrrr!!!! Nah, sebenarnya gw sudah ngelewatin Kuta Square waktu ke pantai Kuta-nya. Tapi gw nggak liat ada Etude House sama sekali. Buat kalian yang pernah ke Kuta pasti tau dong, kalau jalannya cuma satu arah, jadi gw parkirlah motor gw di depan Beachwalk Mall. Mumpung di Beachwalk, coba cari ah, siapa tau ada di dalam mall juga. Muter-muter Beachwalk, sambil berusaha cari legend di dalam mall nya, dan nggak ketemu, akhirnya gw nyerah. Legend nggak ketemu, Etude House juga nggak ketemu. Akhirnya kembali ke google map, dan jalan kaki ke arah kuta square.
Sesampainya di Kuta Square, gw sampai bolak balik dua kali, en nggak nemu juga. Ih, diboongin google map deh! Sama skali nggak ada bau-bau Etude-nya sama skali. Sampai akhirnya gw tanya ke orang pun mereka nggak tau. Yasudahlah, gagal deh beli kosmetik Etude. Memangnya di Melbourne nggak ada? Enggak ada. Kosmetik Korea itu barang langka banget. Makanya gw sekarang beralih ke kosmetik yang lebih umum di Melbourne.
Karena nggak ada Etude House,akhirnya gw balik ke hotel, kecapekan. Sebelumnya gw bilang sama front desk nya kalau gw mau late checkout karena pesawat gw itu jam 8 malam dari Bali...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
ke Jakarta.
Iya, kemarin beli tiketnya memang Bali-Jakarta-Melbourne. Jatuhnya lebih murah 8juta dibandingkan direct flight Bali - Melbourne. Sayangnya kalau gw checkout jam 6 sore bayarnya IDR400.000. Yaelah,sama aja harga semalem, padahal gw pesen kamarnya kemarin cuma bayar IDR200.000an. Karena late checkout gw jam 3, gw di charge IDR300.000, yaelah... mahalan late checkout-nya dibandingkan harga kamar gw per malam.
Sebenernya gw rencana mau makan malam di Lemongrass. Salah satu restaurant authentic Thailand gitu. Keliatannya sih enak. Jadilah habis mandi gw jalan kaki ke Lemongrass. Duh nggak ada enak-enaknya jalan kaki sendirian di Indonesia. Catcalling sama bad prejudice selalu ada, apalagi gw sendirian. Sayangnya lagi Lemongrass-nya sudah penuh, tambah awkward kalau gw ke dalem restaurant sendirian. Akhirnya gw balik badan, en pesen take away pizza di Bella Italia. Lupa pizza apa, yang pasti ayam isinya.
Take away pizza from Bella Italia, taste good |
Hari Terakhir di Bali
Besoknya jadwal gw balik ke Melbourne. Sayangnya, karena gw harus bayar dua kali lipat untuk late checkout yang jam 6, jadinya gw checkout jam 3 sore, itu juga udah naik seratus ribu dari harga kamar yang gw bayar. Pikir gw biarin ajalah ngebolang di bandara. Atau paling nggak numpang tidur di longue, kek Bu Susi. Hehehe...
Sampai di bandara sih sudah jam 4 aja. Bali macet, apalagi kearah bandara. Karena ada temen yang bilang gw harus nyicipin ayam betutu khas Gilimanuk, dan kebetulan di bandara ada restaurant-nya, dan penerbangan gw masih lama banget, nggak tunggu lama, gw langsung menuju ke restaurant nya. Pesen deh seperempat ayam betutu kuah. Paketnya udah termasuk oseng kangkung, kacang, dan sambal matah, belum termasuk nasi. Nasinya lain lagi harganya.
Pertama kali makan ayam betutu sih, overall rasanya enak banget. Sayangnya porsinya sedikit. Termasuk porsi nasinya. Menurut gw ayam betutu ini nikmat dimakan pas panas-panas, kalau udah dingin rasanya jadi sedikit amis. Porsi nasinya juga dibuat dua porsi aja, kalau cuma satu, gw yakin deh, pada kurang. Untuk seperempat ayam betutu plus nasi, harganya Rp80.000. Yah, namanya juga di bandara kan.
Setelah puas merasakan ayam betutu, saatnya check in. Karena penerbangan masih lama, dan connecting flight, waktu check in, penerbangan gw sebenernya belum open check in. Boleh sih check in, apalagi gw juga nggak bawa bagasi, jadi bisa aja early check in. Tapi, data di connecting flight untuk Jakarta - Melbourne nya belum ada. Mbak yang di counter nya bilang gw harus check in ulang begitu sampai di Jakarta. Buset deh, gimana kalau penerbangannya delay??? Walaupun diyakinkan sama Mbaknya jadwal penerbangannya masih normal, tetep aja gw nyaman. Gimana kalau gw ketinggalan pesawat??? Setelah gagal meyakinkan gw kalau gw ditunggu, walaupun gw harus checkin ulang di Jakartanya, Mbak nya kemudian menyarankan setengah jam sebelum gw boarding ke Jakarta, gw bisa tanya lagi ke staff yang di depan gate untuk connecting flight gw yang ke Melbourne.
Setengah jam sebelum jadwalnya terbang, akhirnya gw diyakinkan kalau nama gw sudah on manifest. Jadi walaupun penerbangannya delay, gw tetep ditunggu. Dan benar.... DELAY. Dari jadwal jam 8.15 malam,pesawat gw terbang jam 9 malam. Jangan ditanya perjalanan ke Jakartanya. Turbulance tiada henti, sampe keringat dingin gw, gemeteran. Lah penumpang sebelah gw (kebetulan ciwik-ciwik Jepang) asik-asik aja, malah mereka terkesan cemberut dan bete pesawatnya goyang-goyang melulu. Yawlaaa... Kok mereka bisa tenang gw enggak sih?
Untuk penerbangan internasional, kita diharuskan checkin 2 jam sebelum boarding. Pesawat gw ke Melbourne dijadwalkan terbang jam 11.30. Dua kali gw ke Melbourne melalui Jakarta, nggak pernah telat. Pesawat gw yang dari Bali sampai jam 10 malam, buset nggak tuh. Apalagi kalau di Jakarta, sepengetahuan gw terminal domestik sama internasional beda. Yawlaaaa... Buru-buru deh.
Sesampainya di Soekarno-Hatta, gw yang mikir harus naik bus buat ke terminal internasional ternyata salah besar. Setelah nanya connecting international flight buat Garuda Indonesia kemana, mereka malah nyuruh gw naik ke lantai tiga. WHAT???? Setelah buru-buru buat naik ke lantai tiga, dimana banyak banget penumpang yang bingung, dan chit chat sama bapak-bapak yang bawa keluarganya liburan ke Bali, dan mau pulang juga ke Melbourne, gw dihadapi oleh counter Garuda Indonesia yang buaaaaaaaanyak. Oh iya, itu juga gw sambil telpon-telponan sama Mass Bojo. Jadi earphone sangat membantu saat tangan kanan gw bawa passport & tiket, dan tangan kiri gw bawa travel bag (kan gw nggak bawa bagasi). Di lantai tiga, counter yang pertama gw lihat adalah counter nomor 18. Bingung banget, ini counter yang bener apa bukan, akhirnya tanya. Kata mereka untuk penerbangan internasional ada di counter 2. Kalian tahu dimana counter 2 itu? Di ujuuuuuuuuung, harus melewati counter 17,16, 15, sampe 3. Jauh, ada kali 10 menitan.
Habis check in harus melewati imigrasi. Di sini gw baru ngeh, sepertinya Terminal ini khusus buat Garuda Indonesia, baik penerbangan domestik, maupun internasional. Soalnya cuma ada counter Garuda Indonesia aja di terminal ini. Jadi ala-ala Qantas gitu. Di Tullamarine (bandaranya Melbourne), Qantas punya gedung sendiri buat mereka. Kata Mas Bojo, karena Qantas itu airline nasional, jadi ada keistimewaannya. Dan kalau Garuda Indonesia dikasih terminal khusus, gw mah seneng-seneng aja. Jadi kalau semisal gw harus transit lagi, nggak harus panik karena harus pindah terminal.
Untuk imigrasinya juga sudah mulai modern. Sebenarnya, ada mesin yang kita bisa self check untuk passport kita. Tapi karena nggak ada yang antri di sana, akhirnya gw antri yang ke manual. Pas gw tanya apa mesinnya bisa dipakai, kata petugas imigrasinya bisa aja, sudah aktif. Yaelah, tau gitu...Tapi gpp lah di manual, sekalian menuh-menuhin cap di passport, karena di Tullamarine, mereka nggak manual cap lagi.
Gate nya pun banyak banget, seinget gw, gate gw itu 8, dan setelah melewati imigrasi dan segala dramanya (mereka ngambil face cleanser, conditioner, & hair spa gw. Drama deh, soalnya gw pikir klo kurang dari 150ml boleh, eh gataunya kurang dari 100ml. GRRRRRR!!!!) gw harus jalan jauh lagi ke gate 8. Ada kali semuanya itu setengah jam, dari check in, imigrasi, sampe jalan ke gate nya. Cape maksimal. Berharapnya sih bisa tidur di pesawat. Tapi dasar gw, nggak pernah bisa tidur di pesawat, dan sebenernya agak keki karena penerbangan malam, dan selama 6 jam, dan gw nggak bisa tidur. Untung gw inget kalau dulu ada nyelipin "antimo" di handbag.
Boarding jam 11.15 malam, gw udah capek banget. Perjalanan pulang ini panjang banget. Apalagi gw pake jaket musim dingin di bandara, karena di Melbourne lagi musim dingin. Keringatan banget. Berharapnya gw bisa duduk sendiri, jadi bisa rebahan. Apalagi karena gw ambilnya kelas ekonomi, tempat duduk di pesawatnya 2-4-2, dan gw di isle. Berharap aja 2 atau 3 dari 4 di barisan gw kosong. Eh ternyata di sebelah gw ada ibu-ibu dari Surabaya, mau ngunjungin anak & menantunya di CBD, dan diujung satunya ada satu orang perempuan Indonesia juga sih, tapi karena diantara kita ada kursi kosong, jadi susah mau ngobrol. Walaupun gw berharap minimal 2 kursi kosong, ternyata akhirnya cuma ada 1 kursi yang kosong. Mana gw sudah minum antimo kan tadi,jadi ngantuk berat. Untungnya tersisa satu kursi kosong di samping gw, Jadi bisa gw pake rebahan, AYEEE!!! Kalau kondisi gini gw bahagia punya badan yang nggak begitu tinggi, bisa muat dua kursi euy. Jadi gw berusaha rebahan, tidur-tidur ayam. Tapi gw kelewatan snack tengah malamnya, padahal gw demen banget tuh snack tengah malamnya Garuda Indonesia, ada wine nya juga soalnya. AHAHAHA.
6 jam kemudian udah touchdown Tullamarine. Masih ngantuk-ngantuk gini, harus antri imigrasi yang panjangnya sampai keluar garis antrian. ada limabelas menitan buat antri. Abis antri imigrasi gw pikir udah bebas keluar, tinggal kasih kartu kunjungan yang harus diisi sebelum antri ke imigrasi. Eh ternyata, untuk keluar aja gw juga harus antri. Jangan coba-coba kalian nyerobot antrian ya. Staff imigrasi sama bandara di Melbourne sebenernya ramah, tapi kalau kalian melanggar aturan, mereka nggak main-main. Kalian bisa ditegur, diteriakin, bahkan sampai didatangin trus ditarik biar nggak nyerobot antrian. Seperti beberapa turis yang berusaha serobot antrian buat keluar.
Akhirnya,
Setelah melalui panjangnya antrian di dalam terminal kedatangan, akhirnya keluar juga.Untung aja cuaca lagi bersahabat, matahari bersinar terang dan, walaupun masih ada angin yang sedikit kencang, tapi nggak sedingin biasanya. Kembali juga ke Melbourne dan musim dinginnya.
Sampai di bandara sih sudah jam 4 aja. Bali macet, apalagi kearah bandara. Karena ada temen yang bilang gw harus nyicipin ayam betutu khas Gilimanuk, dan kebetulan di bandara ada restaurant-nya, dan penerbangan gw masih lama banget, nggak tunggu lama, gw langsung menuju ke restaurant nya. Pesen deh seperempat ayam betutu kuah. Paketnya udah termasuk oseng kangkung, kacang, dan sambal matah, belum termasuk nasi. Nasinya lain lagi harganya.
a portion of a quarter Ayam Betutu Khas Gilimanuk. The fried peanut, vegetables and two sambals are include,exclude rice |
Setelah puas merasakan ayam betutu, saatnya check in. Karena penerbangan masih lama, dan connecting flight, waktu check in, penerbangan gw sebenernya belum open check in. Boleh sih check in, apalagi gw juga nggak bawa bagasi, jadi bisa aja early check in. Tapi, data di connecting flight untuk Jakarta - Melbourne nya belum ada. Mbak yang di counter nya bilang gw harus check in ulang begitu sampai di Jakarta. Buset deh, gimana kalau penerbangannya delay??? Walaupun diyakinkan sama Mbaknya jadwal penerbangannya masih normal, tetep aja gw nyaman. Gimana kalau gw ketinggalan pesawat??? Setelah gagal meyakinkan gw kalau gw ditunggu, walaupun gw harus checkin ulang di Jakartanya, Mbak nya kemudian menyarankan setengah jam sebelum gw boarding ke Jakarta, gw bisa tanya lagi ke staff yang di depan gate untuk connecting flight gw yang ke Melbourne.
Setengah jam sebelum jadwalnya terbang, akhirnya gw diyakinkan kalau nama gw sudah on manifest. Jadi walaupun penerbangannya delay, gw tetep ditunggu. Dan benar.... DELAY. Dari jadwal jam 8.15 malam,pesawat gw terbang jam 9 malam. Jangan ditanya perjalanan ke Jakartanya. Turbulance tiada henti, sampe keringat dingin gw, gemeteran. Lah penumpang sebelah gw (kebetulan ciwik-ciwik Jepang) asik-asik aja, malah mereka terkesan cemberut dan bete pesawatnya goyang-goyang melulu. Yawlaaa... Kok mereka bisa tenang gw enggak sih?
Untuk penerbangan internasional, kita diharuskan checkin 2 jam sebelum boarding. Pesawat gw ke Melbourne dijadwalkan terbang jam 11.30. Dua kali gw ke Melbourne melalui Jakarta, nggak pernah telat. Pesawat gw yang dari Bali sampai jam 10 malam, buset nggak tuh. Apalagi kalau di Jakarta, sepengetahuan gw terminal domestik sama internasional beda. Yawlaaaa... Buru-buru deh.
Sesampainya di Soekarno-Hatta, gw yang mikir harus naik bus buat ke terminal internasional ternyata salah besar. Setelah nanya connecting international flight buat Garuda Indonesia kemana, mereka malah nyuruh gw naik ke lantai tiga. WHAT???? Setelah buru-buru buat naik ke lantai tiga, dimana banyak banget penumpang yang bingung, dan chit chat sama bapak-bapak yang bawa keluarganya liburan ke Bali, dan mau pulang juga ke Melbourne, gw dihadapi oleh counter Garuda Indonesia yang buaaaaaaaanyak. Oh iya, itu juga gw sambil telpon-telponan sama Mass Bojo. Jadi earphone sangat membantu saat tangan kanan gw bawa passport & tiket, dan tangan kiri gw bawa travel bag (kan gw nggak bawa bagasi). Di lantai tiga, counter yang pertama gw lihat adalah counter nomor 18. Bingung banget, ini counter yang bener apa bukan, akhirnya tanya. Kata mereka untuk penerbangan internasional ada di counter 2. Kalian tahu dimana counter 2 itu? Di ujuuuuuuuuung, harus melewati counter 17,16, 15, sampe 3. Jauh, ada kali 10 menitan.
Habis check in harus melewati imigrasi. Di sini gw baru ngeh, sepertinya Terminal ini khusus buat Garuda Indonesia, baik penerbangan domestik, maupun internasional. Soalnya cuma ada counter Garuda Indonesia aja di terminal ini. Jadi ala-ala Qantas gitu. Di Tullamarine (bandaranya Melbourne), Qantas punya gedung sendiri buat mereka. Kata Mas Bojo, karena Qantas itu airline nasional, jadi ada keistimewaannya. Dan kalau Garuda Indonesia dikasih terminal khusus, gw mah seneng-seneng aja. Jadi kalau semisal gw harus transit lagi, nggak harus panik karena harus pindah terminal.
Untuk imigrasinya juga sudah mulai modern. Sebenarnya, ada mesin yang kita bisa self check untuk passport kita. Tapi karena nggak ada yang antri di sana, akhirnya gw antri yang ke manual. Pas gw tanya apa mesinnya bisa dipakai, kata petugas imigrasinya bisa aja, sudah aktif. Yaelah, tau gitu...Tapi gpp lah di manual, sekalian menuh-menuhin cap di passport, karena di Tullamarine, mereka nggak manual cap lagi.
Gate nya pun banyak banget, seinget gw, gate gw itu 8, dan setelah melewati imigrasi dan segala dramanya (mereka ngambil face cleanser, conditioner, & hair spa gw. Drama deh, soalnya gw pikir klo kurang dari 150ml boleh, eh gataunya kurang dari 100ml. GRRRRRR!!!!) gw harus jalan jauh lagi ke gate 8. Ada kali semuanya itu setengah jam, dari check in, imigrasi, sampe jalan ke gate nya. Cape maksimal. Berharapnya sih bisa tidur di pesawat. Tapi dasar gw, nggak pernah bisa tidur di pesawat, dan sebenernya agak keki karena penerbangan malam, dan selama 6 jam, dan gw nggak bisa tidur. Untung gw inget kalau dulu ada nyelipin "antimo" di handbag.
Boarding jam 11.15 malam, gw udah capek banget. Perjalanan pulang ini panjang banget. Apalagi gw pake jaket musim dingin di bandara, karena di Melbourne lagi musim dingin. Keringatan banget. Berharapnya gw bisa duduk sendiri, jadi bisa rebahan. Apalagi karena gw ambilnya kelas ekonomi, tempat duduk di pesawatnya 2-4-2, dan gw di isle. Berharap aja 2 atau 3 dari 4 di barisan gw kosong. Eh ternyata di sebelah gw ada ibu-ibu dari Surabaya, mau ngunjungin anak & menantunya di CBD, dan diujung satunya ada satu orang perempuan Indonesia juga sih, tapi karena diantara kita ada kursi kosong, jadi susah mau ngobrol. Walaupun gw berharap minimal 2 kursi kosong, ternyata akhirnya cuma ada 1 kursi yang kosong. Mana gw sudah minum antimo kan tadi,jadi ngantuk berat. Untungnya tersisa satu kursi kosong di samping gw, Jadi bisa gw pake rebahan, AYEEE!!! Kalau kondisi gini gw bahagia punya badan yang nggak begitu tinggi, bisa muat dua kursi euy. Jadi gw berusaha rebahan, tidur-tidur ayam. Tapi gw kelewatan snack tengah malamnya, padahal gw demen banget tuh snack tengah malamnya Garuda Indonesia, ada wine nya juga soalnya. AHAHAHA.
6 jam kemudian udah touchdown Tullamarine. Masih ngantuk-ngantuk gini, harus antri imigrasi yang panjangnya sampai keluar garis antrian. ada limabelas menitan buat antri. Abis antri imigrasi gw pikir udah bebas keluar, tinggal kasih kartu kunjungan yang harus diisi sebelum antri ke imigrasi. Eh ternyata, untuk keluar aja gw juga harus antri. Jangan coba-coba kalian nyerobot antrian ya. Staff imigrasi sama bandara di Melbourne sebenernya ramah, tapi kalau kalian melanggar aturan, mereka nggak main-main. Kalian bisa ditegur, diteriakin, bahkan sampai didatangin trus ditarik biar nggak nyerobot antrian. Seperti beberapa turis yang berusaha serobot antrian buat keluar.
Akhirnya,
Setelah melalui panjangnya antrian di dalam terminal kedatangan, akhirnya keluar juga.Untung aja cuaca lagi bersahabat, matahari bersinar terang dan, walaupun masih ada angin yang sedikit kencang, tapi nggak sedingin biasanya. Kembali juga ke Melbourne dan musim dinginnya.
0 comments
Thank you for visiting my blog. Please leave your comment here, but apologize, any spams will go to bin immediately.