Photo by Naveen Annam from Pexels |
CLICK HERE FOR ENGLISH VERSION
Satu hal yang selalu gw bilang ke Mas Bojo adalah, selama gw masih punya kemauan, gw masih pengen cari duit sendiri dan pengen kembali ke Uni.
Cita-cita gw dulu simpel banget. Lanjut kuliah sampai S2 (minimal) dan habis itu ngajar. Alasannya sih karena pengen aja.
10 tahun berkarir di Indonesia, memang nggak ada kesempatan untuk, paling enggak, selesai S2. Ya gimana mau selesai, kalau nggak orang tua yang berusaha sebisa mungkin gw nggak selesai S2, kalau enggak keluarga nyokap yang menentang, habis itu ngomongin yang enggak-enggak ke nyokap.
Bahkan sampai akhirnya kesibukan kerja yang nggak memungkinkan gw untuk kembali ke bangku kuliah.
Tapi bukan berarti gw begitu pindah ke Melbourne, terus langsung ngelamar kuliah, habis itu langsung mak bdunduk kuliah gitu.
Selain biaya pendidikan yang super mahal, juga karena gw tujuannya untuk tinggal di Aussie, untuk dapat beasiswa 100% (seperti Australian Awards misalnya) juga nggak memungkinkan di posisi gw. Lha gimana ceritanya kalau gw dapet beasiswa, habis selesai kuliah, gw harus balik ke Indonesia, dan nggak boleh ke Aussie selama 2 tahun? Di sini yang memberatkan Mas Bojo untuk ngebolehin gw coba Australian Awards.
Ada banyak cara untuk bisa kembali kuliah, selain dengan biaya sendiri. Salah satunya dengan minta pinjaman ke pemerintah Australia. Pinjaman ini ada macam-macam sebenarnya, dan yang bikin gw harus sabar lagi adalah gw harus jadi (minimal) Permanent Resident dulu.
Loh, belum permanent? Belum, hehehe. Status gw masih Provisional Resident. Kalau gw bilang sih bisa disebut numpang tinggal. Masih numpang tinggal dengan sponsor Mas Bojo. Jadi beberapa kebutuhan hidup gw masih ditanggung Mas Bojo. Garis besarnya sih seperti itu.
Baca Juga: Stage 3: Partner Visa Sub Class 820, Granted
Tapi dengan status gw yang begini, gw sudah boleh kerja, sudah dapet pajak juga. Tapi ya itu, beberapa hal yang memudahkan tinggal di Aussie belum gw dapet. Seperti pinjaman pendidikan ini. Lha wong SIM aja masih pakai SIM Indonesia, karena belum boleh bikin SIM Aussie.
Titik Jenuh Karena Nganggur
Photo by Min An from Pexels |
Akhirnya, gw berusaha menghabiskan waktu dan pikiran gw untuk menulis, ataupun melakukan apapun yang bisa gw lakukan.
Jadilah coba-coba untuk menulis. Blog ini sih sudah beberapa tahun ini ter-update. Terima kasih sama keinginan gw untuk berbagi tentang kehidupan baru gw. Awalnya gw berkala banget update blog ini. Sampai di titik gw bisa update dua judul setiap Minggu.
Terus terang, selain memang cerita tentang kehidupan baru gw, juga kadang gw pengen buat testimoni ala-ala beauty blogger, ataupun berbagi resep dan makanan ala food blogger. Malah akhirnya jadi kebanyakan bukan cerita tentang hidup baru gw.
Maaf ya kalau belakangan blog gw agak nggak menarik. Selain karena ide stuck, juga terkadang bingung mau cerita apa. Karena pernah di titik hidup gw monton. Lingkaran bangun tidur, nonton tv, tidur, itu terjadi selama berminggu mingu. Kan monoton banget.
Mau keluar kemana, kadang harus bergantung sama Mas Bojo. Karena dia kerja sampai Sabtu (Sabtu cuma setengah hari doang sih), jadi kalau hari Minggu dia kebanyakan pengen cuma di rumah. Tidur sampai siang, dan santai-santai.
Lah, gw kan tiap hari begitu. Tidur sampai siang, ngabisin waktu nonton tv, main game di HP, tidur. Gitu terus. Makanya kadang gw pengen sih kemana gitu. yang begini ini kadang bikin stress akut.
Segala Macam Cara Untuk Dapet Kerjaan
Photo by energepic.com from Pexels |
Jarang banget ada perusahaan (apalagi perusahaan gede) untuk hire mereka dengan sertifikat pendidikan dan pengalaman kerja Indonesia.
Saran? Intinya sih terima aja pekerjaan yang ditawarin. Apapun itu, ya nggak juga jadi smugler atau drug dealer juga sih. Semua kerjaan yang nggak melanggar hukum tentunya.
Misalnya jadi ART, kasir, atau apapun yang nggak butuh kemampuan khusus.
Di level ini, gw sadar betul harus nurunin ego gw. Nggak bisa protes kalau pengalaman 10 tahun nggak keitung sama mereka, nggak bisa protes kalau gw itu sarjana. Nggak bisa. Karena memang nggak laku di sini.
Nggak ada gitu dibantu sama Mas Bojo cari kerjaan?
Bantu kok, tapi tipikal Mas Bojo ini cuma fokus kerja. Dulu-dulu sih nggak banyak waktu untuk bergaul dengan koleganya. Jadi walaupun dia pengen paling enggak gw biar bisa kerja di tempatnya, dia nggak bisa nego dengan orang-orang di kantornya untuk paling enggak masukin gw kerja apa kek.
Koneksi dia? Nggak banyak. Dia mungkin bukan tipikal pekerja yang suka berteman dengan semua kalangan kali ya. Setiap gw minta tolong dengan sangat desperate, dia cuma bisa bilang what can I do? Yakinlah pemirsa, jawaban begini malah bikin gw tambah desperate.
Bahkan sampai mantan istri Mas Bojo juga bantuin kok. Alasannya sih gampang. Kenapa gw nggak dapet-dapet kerjaan, padahal udah ngelamar sana sini, dari staff kasir, sampai iseng ke perusahan-perusahaan, nggak ada satupun yang, paling enggak, telepon balik untuk wawancara.
Jadilah mantan istri Mas Bojo ini coba bantuin gw untuk masuk ke perusahaannya, paling enggak part time aja dulu, katanya.
Dan lagi, mantan istri Mas Bojo ini juga kenal sama HR nya. Katanya sih, HR ini juga dibantuin sama mantan istrinya Mas Bojo untuk kerja di perusahaan itu.
Harapan gw sih ya paling enggak ada angin segar gitu kan ya. Secara mantan istrinya Mas Bojo ini termasuk senior banget di perusahaan itu, pastilah ya diperhitungkan.
Ha! Enggak sodara-sodara.
Setelah dibantu buat baikin resume, cover letter, dan semua dibaikin sesuai dengan standar Australia, tetep aja akhirnya gw cuma dapet email minta maaf karena nggak bisa bantu. Alasannya sih karena HR nggak bisa lagi terima "titipan". Ah andai aja ini Indonesia.
Pupus lah sudah harapan bisa kerja kantoran dengan cepet, hehe.
Selain itu, anak perempuan Mas Bojo juga waktu itu kerja di salah satu perusahaan katering. Kebetulan perusahaan ini lagi punya owner baru di wilahan Melbourne Selatan, dan dia kerja sama owner baru ini.
Setelah keterima kerja, kerjaan gw ini bener-bener 180° berbeda sama yang dulu-dulu. Kalau dulu gw pakai baju seragam kantoran, duduk di meja, ketak ketik, nyaman lah pokoknya.
Jadilah mantan istri Mas Bojo ini coba bantuin gw untuk masuk ke perusahaannya, paling enggak part time aja dulu, katanya.
Dan lagi, mantan istri Mas Bojo ini juga kenal sama HR nya. Katanya sih, HR ini juga dibantuin sama mantan istrinya Mas Bojo untuk kerja di perusahaan itu.
Harapan gw sih ya paling enggak ada angin segar gitu kan ya. Secara mantan istrinya Mas Bojo ini termasuk senior banget di perusahaan itu, pastilah ya diperhitungkan.
Ha! Enggak sodara-sodara.
Setelah dibantu buat baikin resume, cover letter, dan semua dibaikin sesuai dengan standar Australia, tetep aja akhirnya gw cuma dapet email minta maaf karena nggak bisa bantu. Alasannya sih karena HR nggak bisa lagi terima "titipan". Ah andai aja ini Indonesia.
Pupus lah sudah harapan bisa kerja kantoran dengan cepet, hehe.
Pekerjaan Pertama, Casual Assistant Cook
Photo by Lisa Fotios from Pexels |
Selain itu, anak perempuan Mas Bojo juga waktu itu kerja di salah satu perusahaan katering. Kebetulan perusahaan ini lagi punya owner baru di wilahan Melbourne Selatan, dan dia kerja sama owner baru ini.
Perusahaan ini sebenernya ada di seluruh Australia, tapi setiap wilayah punya owner sendiri, dan semua owner ini punya kebebasan sendiri untuk menjalankan bisnisnya.
Akhirnya, dengan semua keterangan yang dibutuhkan anak Mas Bojo untuk meyakinkan boss nya untuk masukkin gw, gw akhirnya bisa merasakan kembali bekerja, untuk pertama kalinya di Negeri orang.
Tentunya anak Mas Bojo ini tau kalau gw sudah punya ijin untuk kerja tanpa batas waktu, status visa gw, dan segala macam. Gw cuma disuruh buat ATN (Australia Tax Number), yang katanya sih gunanya buat menghindari kalau tiba saatnya bayar pajak, gw nggak bayar, dan malah kena denda.
Agak deg-degan pastinya, soalnya gw nggak punya pengalaman jadi koki, chef, ataupun kerja di hospitality sama sekali. Nggak tau juga aturan-aturan Australia tentang bekerja di hospitality itu seperti apa.
Walaupun sebelumnya gw sudah dikasih penjelasan harus ngapain. Tetep aja gw masih deg-deg-an. Namanya semua serba baru.
Apalagi, gw selalu dikasih tau, gw harus aktif, bantu angkat-angkat, bantu bersih-bersih, pokoknya harus gerak. Karena walaupun cuma berdiri doang tetep di bayar, tapi katanya lagi, nggak akan dipakai lagi sama si bos. Jadilah gw sotoy ini itu.
Kesan pertama di kerjaan pertama gw di Australia bagus banget (katanya), si bos impressed sama etos kerja gw (katanya). Jadilah gw secara resmi kerja di tempat ini, dengan status casual worker.
Status Casual Worker
Photo by rawpixel.com from Pexels |
Sekarang walaupun pakai seragam, seragamnya seragam masak, dan kebanyakan berdiri, berkutat dengan bumbu-bumbu, dan juga hias menghias makanan, ditambah lagi, sekarang juga harus ikutan motong daging-daging yang minimal 3 kilo beratnya.
Selain itu, karena status gw yang casual worker, artinya gw nggak bisa 9-5 kerja, dari Senin sampai Jumat.
Status gw ini lebih tepatnya kerja kalau dapet telepon. Jadi bos gw kirim kertas booking untuk katering ke gw. Lengkap dengan kapan, dimana, berapa orang, apa aja yang harus disiapkan. Artinya gw dapet kerjaan. Kalau enggak dikirimin, ya enggak kerja.
Dua bulan pertama, paling enggak seminggu sekali gw dapet kerjaan. Lumayanlah ya buat beli kosmetik, hehehe.
Tapi, pernah juga nih, karena kerjaannya nggak setiap minggu juga, dan seminggu cuma sekali, kadang pemasukan lebih kecil dari pengeluaran. Akhirnya kembali lagi lamar-lamar kerjaan. Karena gw pengennya permanen, paling enggak tiap minggu ada kerjaan.
Bukan, bukan karena nggak puas. Tapi karena biaya hidup yang lumayan mahal, dan kalau cuma nggantungin Mas Bojo, agak susah juga sih memenuhi kebutuhan sendiri. Apalagi kebutuhan gw lumayan banyak.
Karena gw masih aja kirim-kirim lamaran, dan anak Mas Bojo tau gw masih coba cari kerjaan, sempat terpikir sama dia kalau gw nggak suka kerja di tempat gw kerja sekarang. Padahal sih sebenernya enggak.
Karena sebagai assistant cook gw selalu dapat kerjaan di weekend, niatnya pengen cari kerjaan di weekdays yang part time aja.
Part time di sini, bisa Senin sampai Jumat, tapi cuma setengah hari kerja. Atau 8 jam sehari kerja, tapi cuma tiga sampai empat hari per minggu. Jadi kan lumayan tuh, ada dua pemasukan, pikir gw.
Selain itu, karena nggak setiap minggu juga gw kerja, waktu itu.
Jadi sempet dua bulan full gw nggak kerja. Kembali desperate dong ya. Pemasukan nggak ada, tapi tetep ada pengeluaran. Gw sih nggak bisa apa-apa, selama bos merasa nggak perlu tenaga gw, ya gw bisa apa.
Sampai di titik dimana gw dapet kerjaan lagi.
Bos gw juga baik banget. Dia tau kalau gw kesulitan untuk dateng ke tempat kerja karena belum ada kendaraan, jadi belakangan ini dia kasih banyak kerjaan buat gw, untuk bisa saving buat beli kendaraan.
Katanya, "Memang nggak enak harus bergantung sama orang untuk hal sepele, tapi kalau kamu simpen gaji kamu, kamu pasti bisa dapet kendaraan sendiri, paling enggak, kamu punya kendaraan sendiri buat kemana mana, tanpa harus bergantung sama orang. Dan itu kendaraan kamu, kamu punya hak buat kendaraan kamu nanti."
Pekerjaan Kedua, Indonesian Language Tutor
Photo by Startup Stock Photos from Pexels |
Berdampak juga sih sama updating blog. Hehehe... Selain karena ritme kerja dua hari berturut turut yang membutuhkan banyak tenaga. Juga karena belakangan hay fever gw parah banget, jadi di rumah gw juga sebisa mungkin bikin rumah bersih dari debu.
Sehari sekali nyapu (ogah pakai vacuum cleaner, berat dan ribet). Selain itu dua hari sekali rumah di pel, dan pakai vacuum cleaner. Karena hay fever tahun ini buat gw parah banget.
Baca Juga: Kena Hay Fever Parah
Tapi, nggak menyurutkan semangat gw cari duit, hehehe.
Sampai suatu hari iseng kirim email ke salah satu Tutor Company yang gw temuin di website. Dan eh dijawab dengan cepat.
Singkat kata, dua minggu kemudian kita ketemu untuk wawancara. Yang pada intinya sih mereka terima gw jadi salah satu tutor mereka.
Karena ini adalah Perusahaan untuk kasih tutor Bahasa, dan gw ngelamarnya untuk Bahasa Indonesia, jadilah gw Tutor untuk Bahasa Indonesia.
Sama seperti assistant cook, kerjaan gw ini nggak tiap hari. Tapi berdasarkan panggilan. Sudah dikasih tau juga sih kalau kerjaan ini berdasarkan orang-orang yang book belajar Bahasa.
Sejauh ini sih belum ada book untuk belajar Bahasa Indonesia. Kata mereka, karena peminta Bahasa Indonesia nggak banyak. Dan juga karena gw belum punya Working With Children Permit, jadi nggak bisa ngajar anak-anak.
Btw, Anak SD sampai SMA di sini belajar Bahasa Indonesia loh. Kata mereka ini salah satu mata pelajaran wajib buat mereka. Salah satu anak dari rekan kerja gw bilang, kalau pengen jadi anggota OSIS nya sini, harus lancar Bahasa Indonesia. We O We kan ya.
Tetap Bersyukur
Photo by Carl Attard from Pexels |
Banyak orang dengan kondisi yang sama seperti gw yang masih kesulitan cari kerja. Atau mereka yang lagi berusaha menghindari depresi karena belum boleh dan belum dapat kerja. Gw tau banget kondisi seperti ini sulit untuk dihindari.
Apalagi dengan ribet nya semua persyaratan untuk bisa hidup sama dengan orang-orang di sini.
Terkadang kalau lagi ngobrol sama teman-teman di Indonesia, gw juga sering banget merasa bahwa beruntung sekali mereka di sana. Lulusannya apa kerjaannya apa.
Coba kalau di sini, mau jadi PR atau HR, atau jadi marcomm (Marketing Communication) di hotel misalnya, kalau bukan lulusan jurusan itu, dan minimal ijazahnya dikeluarin di Australia, mana bisa.
Sedih banget kadang kalau mikir gw sekolah bertahun-tahun, tapi ijazah nggak kepake. Beruntung beberapa Universitas di Indonesia jadi pertimbangan di sini, seperti UI, UGM, dan ITB. Selain tiga itu, ya faktor luck berperan penting lah pasti.
Berat,
Kadang itu yang selalu gw rasain. Pengen kembali kerja di kantor, apalagi pendapatan bakalan lebih bagus dari sekarang. Permanen pula, jadi nggak khawatir dengan pikiran "minggu ini gw dapet kerjaan nggak ya?"
Tapi balik lagi, bersyukur sekali karena masih dikasih kesempatan untuk kembali menata hidup dan mimpi yang dulu pernah gw tinggalkan. Nggak mudah memang, apalagi semua hidup dan mimpi yang tertinggal itu bukan karena salah gw, tapi gw yang harus memperbaikinya, memulai lagi dari nol, kembali lagi ke "bukan apa-apa".
Yang penting bekerja dengan sepenuh hati, dan dengan hati yang gembira.
Jangan ditanya betapa capeknya kerja pakai tenaga, dan juga pikiran. Angkat-angkat barang, keluar masuk van, masak, motong daging, bikin platter, menyajikan makanan, capek pakai banget. Tapi tetap harus senyum, dan nggak ngeluh.
Karena inilah hidup, kadang kita harus ada di bawah dulu untuk ke atas. Iya nggak.
0 comments
Thank you for visiting my blog. Please leave your comment here, but apologize, any spams will go to bin immediately.